Skip to main content

RESPON IMUN (IMUNOLOGIK)

RESPONS IMUN
1.1 PENGERTIAN
Sistem imun merupakan sistem yang sangat komplek dengan berbagai peran ganda dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh. Seperti halnya sistem indokrin, sistem imun yang bertugas mengatur keseimbangan, menggunakan komponennya yang beredar diseluruh tubuh, supaya dapat mencapai sasaran yang jauh dari pusat. Untuk melaksanakan fungsi imunitas, didalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut dengan sistem limforetikuler. Sistem ini merupakan jaringan atau kumpulan sel yang letaknya tersebar diseluruh tubuh, misalnya didalam sumsum tulang, kelenjar limfe, limfa, timus, sistem saluran napas, saluran cerna dan beberapa organ lainnya. Jaringan ini terdiri atas bermacam-macam sel yang dapat menunjukkan respons terhadap suatu rangsangan sesuai dengan sifat dan fungsinya masing-masing (Roitt dkk.,1993; Subowo, 1993; Kresno, 1991).
Dengan kemajuan imunologi yang telah dicapai sekarang ini, maka konsep imunitas dapat diartikan sebagai suatu mekanisme yang bersifat faali yang melengkapi manusia dan binatang dengan suatu kemampuan untuk mengenal suatu zat sebagai asing terhadap dirinya, yang selanjutnya tubuh akan mengadakan tindakan dalam bentuk netralisasi, melenyapkan atau memasukkan dalam proses metabolisme yang dapat menguntungkan dirinya atau menimbulkan kerusakan jaringan tubuh sendiri. Konsep imunitas tersebut, bahwa yang pertama-tama menentukan ada tidaknya tindakan oleh 5 tubuh (respons imun), adalah kemampuan sistem limforetikuler untuk mengenali bahan itu asing atau tidak (Bellanti,1985: Marchalonis, 1980;Roitt,1993).
Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila kedalam tubuh terpapar suatu zat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing. Konfigurasi asing ini dinamakan antigen atau imunogen dan proses serta fenomena yang menyertainya disebut dengan respons imun yang menghasilkan suatu zat yang disebut dengan antibodi. Jadi antigen atau imunogen merupakan potensi dari zat-zat yang dapat menginduksi respons imun tubuh yang dapat diamati baik secara seluler ataupun humoral. Dalam keadaan tertentu (patologik), sistem imun tidak dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuhnya sendiri (self), sehingga sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Kejadian ini disebut dengan Autoantibodi (Abbas dkk., 1991; Roit dkk., 1993).
Bila sistem imun terpapar oleh zat yang dianggap asing, maka akan terjadi dua jenis respons imun, yaitu respons imun non spesifik dan respons imun spesifik. Walaupun kedua respons imun ini prosesnya berbeda, namun telah dibuktikan bahwa kedua jenis respons imun diatas saling meningkatkan efektivitasnya. Respons imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang terdapat didalam system imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu aktivitas biologic yang seirama dan serasi (Grange, 1982; Goodman, 1991; Roit dkk., 1993).
1. 2 Respons Imun Nonspesifik
Umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity), dalam artian bahwa respons terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar oleh zat tersebut. Sebagai contoh dapat dijelaskan sebagai berikut : salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen misalnya, bakteri, adalah dengan cara menghancurkan bakteri tersebut dengan cara nonspesifik melalui proses fagositosis. Dalam hal ini makrofag, neutrofil dan monosit memegang
peranan yang sangat penting. Supaya dapat terjadi fagositosis, sel-sel fagositosis tersebut harus berada dalam jarak yang dekat dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan fagosit. Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak menuju sasaran. Hal ini dapat terjadi karena dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang disebut dengan factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil, makrofag atau komplemen yang telah berada dilokasi bakteri (Kresno, 1991; Roitt, 1993).
Selain factor kemotaktik yang berfungsi untuk menarik fagosit menuju antigen sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya, bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih dahulu. Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau komplemen (C3b), supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk kedalam sel dengan cara endositosis dan oleh proses pembentukan fagosum, ia terperangkap dalam kantong fagosum, seolah-olah ditelan dan kemudian
dihancurkan baik dengan proses oksidasi-reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri (Bellanti, 1985; Subowo, 1993).
Selain fagositosis diatas, manifestasi lain dari respons imun nonspesifik adalah reaksi inflamasi. Reaksi ini terjadi akibat dilepaskannya mediator-mediator tertentu oleh beberapa jenis sel, misalnya histamine yang dilepaskan oleh basofil dan mastosit, Vasoactive amine yang dilepaskan oleh trombosit, serta anafilatoksin yang berasal dari komponen – komponen komplemen, sebagai reaksi umpan balik dari mastosit dan basofil. Mediatormediator ini akan merangsang bergeraknya sel-sel polymorfonuklear (PMN) menuju lokasi masuknya antigen serta meningkatkan permiabilitas dinding
vaskuler yang mengakibatkan eksudasi protein plasma dan cairan. Gejala inilah yang disebut dengan respons inflamasi akut (Abbas, 1991; Stite; 1991;Kresno, 1991).
1.3 Respon Imun Spesifik
Merupakan respon imun yang didapat (acquired), yang timbul akibat dari rangsangan antigen tertentu, sebagai akibat tubuh pernah terpapar sebelumnya. Respons imun spesifik dimulai dengan adanya aktifitas makrofag atau antigen precenting cell (APC) yang memproses antigen sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan interaksi dengan sel-sel imun. Dengan rangsangan antigen yang telah diproses tadi, sel-sel system imun berploriferasi dan berdiferensiasi sehingga menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologik dan mampu bereaksi dengan antigen (Bellanti, 1985;Roitt,1993; Kresno, 1991).
Walaupun antigen pada kontak pertama (respons primer) dapat dimusnahkan dan kemudian sel-sel system imun mengadakan involusi, namun respons imun primer tersebut sempat mengakibatkan terbentuknya kolon atau kelompok sel yang disebut dengan memory cells yang dapat mengenali antigen bersangkutan. Apabila dikemudian hari antigen yang sama masuk kedalam tubuh, maka klon tersebut akan berproliferasi dan menimbulkan respons sekunder spesifik yang berlangsung lebih cepat dan lebih intensif dibandingkan dengan respons imun primer. Mekanisme efektor dalam respons imun spesifik dapat dibedakan menjadi :
1.3.1 Respons imun seluler
Telah banyak diketahui bahwa mikroorganisme yang hidup dan berkembang biak secara intra seluler, antara lain didalam makrofag sehingga sulit untuk dijangkau oleh antibody. Untuk melawan mikroorganisme intraseluler tersebut diperlukan respons imun seluler, yang diperankan oleh limfosit T. Subpopulasi sel T yang disebut dengan sel T penolong (T-helper) akan mengenali mikroorganisme atau antigen bersangkutan melalui major histocompatibility complex (MHC) kelas II yang terdapat pada permukaan sel makrofag. Sinyal ini menyulut limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk diantaranya interferon, yang dapat membantu makrofag untuk menghancurkan mikroorganisme tersebut. Sub populasi limfosit T lain yang disebut dengan sel T-sitotoksik (T-cytotoxic), juga berfungsi untuk menghancurkan mikroorganisme intraseluler yang disajikan melalui MHC kelas I secara langsung (cell to cell). Selain menghancurkan mikroorganisme secara langsung, sel T-sitotoksik, juga menghasilkan gamma interferon yang mencegah penyebaran mikroorganisme kedalam sel lainnya.
1.3.2 Respons Imun Humoral
Respons imun humoral, diawali dengan deferensiasi limfosit B menjadi satu populasi (klon) sel plasma yang melepaskan antibody spesifik ke dalam darah. Pada respons imun humoral juga berlaku respons imun primer yang membentuk klon sel B memory. Setiap klon limfosit diprogramkan untuk membentuk satu jenis antibody spesifik terhadap antigen tertentu (Clonal slection). Antibodi ini akan berikatan dengan antigen membentuk kompleks antigen – antibodi yang dapat mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan hancurnya antigen tersebut. Supaya limfosit B berdiferensiasi dan membentuk antibody diperlukan bantuan limfosit T-penolong (T-helper), yang atas sinyal-sinyal tertentu baik melalui MHC maupun sinyal yang dilepaskan oleh makrofag, merangsang produksi antibody. Selain oleh sel T- penolong, produksi antibody juga diatur oleh sel T penekan (T-supresor), sehingga produksi antibody seimbang dan sesuai dengan yang dibutuhkan.
1.3.3 Interaksi Antara Respons Imun Seluler dengan Humoral
Interaksi ini disebut dengan antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC), karena sitolisis baru terjadi bila dibantu oleh antibodi. Dalam hal ini antibodi berfunsi melapisi antigen sasaran, sehingga sel natural killer (NK), yang mempunyai reseptor terhadap fragmen Fc antibodi, dapat melekat erat pada sel atau antigen sasaran. Perlekatan sel NK pada kompleks antigen antibody tersebut mengakibatkan sel NK dapat menghancurkan sel sasaran. Respons imun spesifik (adaptif) dapat dibedakan dari respons imun bawaan, karena adanya cirri-ciri umum yang dimilikinya yaitu; bersifat spesifik, heterogen dan memiliki daya ingat atau memory. Adanya sifat spesifik akan membutuhkan berbagai populasi sel atau zat yang dihasilkan (antibodi) yang berbeda satu sama lain, sehingga menimbulkan sifat heterogenitas tadi. Kemampuan mengingat, akan menghasilkan kualitas respons imun yang sama terhadap konfigurasi yang sama pada pemaparan berikutnya.
1.4 Komponen Sistem Imun
Sistem imun dilengkapi dengan kemampuan untuk memberikan respons imun non spesifik, misalnya fagositosis, maupun kemampuan untuk memberikan respons imun spesifik yang dilakukan oleh sel-sel dan jaringan limfoid yang tergolong kedalam system limforetikuler (Oppenheim dkk.,1987; Abbas dkk.,1991; Roit dkk.,1993). 
Sistem ini terdiri atas sejumlah organ limfoid yaitu :
1. kelenjar timus
2. kelenjar limfe
3. limfa
4. tonsil
5. berbagai jenis sel serta jaringan diluar organ limfoid, seperti :
a. peyer,s patches yang terdapat pada dinding usus
b. jaringan limfoid yang membatasi saluran nafas dan saluran
urogenital
c. jaringan limfoid dalam sumsum tulang dan dalam darah
Sistem limforetikuler inilah yang merupakan system kendali dari semua mekanisme respons imun. Disamping system limforetikuler diatas, masih ada unsur-unsur lain yang berperan dalam mekanisme respons imun, dan faktor-faktor humoral lain diluar antibody yang berfungsi menunjang mekanisme tersebut.
1.5 Fungsi Respons Imun
Dalam pandangan modern, system imun mempunyai tiga fungsi utama yaitu: pertahanan, homeostasis dan perondaan.
1. Pertahanan
Fungsi pertahanan menyangkut pertahanan terhadap antigen dari luar tubuh seperti invasi mikroorganisme dan parasit kedalam tubuh. Ada dua kemungkinan yang terjadi dari hasil perlawanan antara dua fihak yang berhadapan tersebut, yaitu tubuh dapat bebas dari akibat yang merugikan
atau sebaliknya, apabila fihak penyerang yang lebih kuat (mendapat kemenangan), maka tubuh akan menderita sakit.
2. Homeostasis
Fungsi homeostasis, memenuhi persyaratan umum dari semua organisma multiseluler yang menghendaki selalu terjadinya bentuk uniform dari setiap jenis sel tubuh. Dalam usaha memperoleh keseimbangan tersebut, terjadilah proses degradasi dan katabolisme yang bersifat normal agar unsure seluler yang telah rusak dapat dibersihkan dari tubuh. Sebagai contoh misalnya dalam proses pembersihan eritrosit dan leukosit yang telah habis masa hidupnya.
3. Perondaan
Fungsi perondaan menyangkut perondaan diseluruh bagian tubuh terutama ditujukan untuk memantau pengenalan terhadap sel-sel yang berubah menjadi abnormal melalui proses mutasi. Perubahan sel tersebut dapat terjadi spontan atau dapat diinduksi oleh zat-zat kimia tertentu, radiasi atau infeksi virus. Fungsi perondaan (surveillance) dari sistem imun bertugas untuk selalu waspada dan mengenal adanya perubaha-perubahan dan selanjutnya secara cepat membuang konfigurasi yang baru timbul pada permukaan sel yang abnormal.
1.6 Penyimpangan Sistem Imun
Sebagaimana sistem-sistem yang lain dalam tubuh, sistem imun mungkin pula dapat mengalami penyimpangan pada seluruh jaringan komunikasi baik berbentuk morfologis ataupun gangguan fungsional. Gangguan morfologis, misalnya tidak berkembangnya secara normal kelenjar timus sehingga mengakibatkan defisiensi pada limfosit T. Sedangkan gangguan fungsional yang bermanifestasi sebagai toleransi imunologik disebabkan karena lumpuhnya mekanisme respons imun terhadap suatu antigen tertentu. Penyimpangan lain dalam mekanisme respons imun dapat berbentuk sebagai reaksi alergi, anafilaksis ataupun hipersensitifitas tipe lambat, dimana semua ini kadang-kadang menimbulkan kerugian pada jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan karena gangguan fungsi pertahanan system imun (Kresno, 1991; Abbas dkk.,1991; Roitt dkk.,1993).
Gangguan fungsi homeostatik pada system imun dapat menimbulkan kelainan yang dinamakan penyakit autoimun. Hal ini disebabkan oleh karena system imun melihat konfigurasi dari tubuh sendiri (self), sebagai benda asing, akibatnya respons imun ditujukan kepada jaringan tubuh sendiri sehingga dapat membawa kerugian. Apabila fungsi ketiga yang bertugas sebagai surveillance mengalami gangguan, akan mengakibatkan tidak bekerjanya system pemantauan terhadap perubahan-perubahan pada sel tubuh, sehingga akhirnya sel-sel abnormal tersebut berkembang biak diluar kendali yang menimbulkan penyakit yang bersifat pertumbuhan ganas.
1.7 Faktor Pengubah Mekanisme Imun
Selain faktor genetik, terdapat sejumlah factor yang dapat mempengaruhi mekanisme imun seperti: faktor metabolik, lingkungan, gizi, anatomi, fisiologi, umur dan mikroba (Bellanti, 1985; Subowo 1993; Roitt dkk.,1993).
Faktor Metabolik
Beberapa hormon dapat mempengaruhi respons imun tubuh, misalnya pada keadaan hipoadrenal dan hipotiroidisme akan mengakibatkan menurunnya daya tahan terhadap infeksi. Demikian juga pada orang-orang yang mendapat pengobatan dengan sediaan steroid sangat mudah mendapat infeksi bakteri maupun virus. Steroid akan menghambat fagositosis, produksi antibodi dan menghambat proses radang. Hormon kelamin yang termasuk kedalam golongan hormone steroid, seperti androgen, estrogen dan progesterone diduga sebagai faktor pengubah terhadap respons imun. Hal ini tercermin dari adanya perbedaan jumlah penderita antara laki-laki dan perempuan yang mengidap penyakit imun tertentu.
Faktor lingkungan
Kenaikan angka kesakitan penyakit infeksi, sering terjadi pada masyarakat yang taraf hidupnya kurang mampu. Kenaikan angka infeksi tersebut, mungkin disebabkan oleh karena lebih banyak menghadapi bibit penyakit atau hilangnya daya tahan tubuh yang disebabkan oleh jeleknya keadaan gizi.
Faktor Gizi
Keadaan gizi seseorang sangat berpengaruh terhadap status imun seseorang. Tubuh membutuhkan enam komponen dasar bahan makanan yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan tubuh. Keenam komponen tersebut yaitu : protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Gizi yang cukup dan sesuai sangat penting untuk berfungsinya system imun secara normal. Kekurangan gizi merupakan penyebab utama timbulnya imunodefisiensi.
Faktor Anatomi
Garis pertahanan pertama dalam menghadapi invasi mikroba biasanya terdapat pada kulit dan selaput lender yang melapisi bagian permukaan dalam tubuh. Struktur jaringan tersebut, bertindak sebagai imunitas alamiah dengan menyediakan suatu rintangan fisik yang efektif. Dalam hal ini kulit lebih efektif dari pada selaput lender. Adanya kerusakan pada permukaan kulit, atau pada selaput lender, akan lebih memudahkan timbulnya suatu penyakit.
Faktor Fisiologis
Getah lambung pada umumnya menyebabkan suatu lingkungan yang kurang menguntungkan untuk sebagian besar bakteri pathogen. Demikian pula dengan air kemih yang normal akan membilas saluran kemih sehingga menurunkan kemungkinan infeksi oleh bakteri. Pada kulit juga dihasilkan zat-zat yang bersifat bakterisida. Didalam darah terdapat sejumlah zat protektif yang bereaksi secara non spesifik. Faktor humoral lainnya adalah properdin dan interferon yang selalu siap untuk menanggulangi masuknya zat-zat asing.
Faktor Umur
Berhubung dengan perkembangan sistem imun sudah dimulai semasa dalam kandungan, maka efektifitasnya juga diawali dari keadaan yang lemah dan meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Walaupun demikian tidak berarti bahwa pada umur lanjut, sistem imun akan bekerja secara maksimal. Malah sebaliknya fungsi sistem imun pada usia lanjut akan mulai menurun dibandingkan dengan orang yang lebih muda, walaupun tidak mengalami gangguan pada sistem imunnya. Hal tersebut, selain disebabkan karena pengaruh kemunduran biologik, secara umum juga jelas berkaitan dengan menyusutnya kelenjar timus. Keadaan tersebut akan mengakibatkan perubahan-perubahan respons imun seluler dan humoral. Pada usia lanjut resiko akan timbulnya berbagai kelainan yang melibatkan sistem imun akan bertambah, misalnya resiko menderita penyakit autoimun, penyakit keganasan, sehinggaakan mempermudah terinfeksi oleh suatu penyakit.
Faktor Mikroba
Berkembangnya koloni mikroba yang tidak pathogen pada permukaan tubuh,baik diluar maupun didalam tubuh, akan mempengaruhi sistem imun. Misalnya dibutuhkan untuk membantu produksi natural antibody. Flora normal yang tumbuh pada tubuh dapat pula membantu menghambat pertumbuhan kuman pathogen. Pengobatan dengan antibiotika tanpa prosedur yang benar, dapat mematikan pertumbuhan flora normal, dan sebaliknya dapat menyuburkan pertumbuhan bakteri pathogen.

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN SPESIFISITASI ANTISERA

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI DAN IMUNOLOGI PEMERIKSAAN SPESIFISITAS ANTISERA I.                     TUJUAN 1.        Untuk mengetahui cara pemeriksaan spesifisitas antisera 2.        Untuk mengetahui analisa reaksi koagulan yang terjadi 3.        Untuk memahami proses pembuatan eritrosit 5% II.                   DASAR TEORI Dalam transfusi darah, penetapan golongan persyaratan yang mutlak di samping persyaratan lainnya. Ketidaksesuaian golongan darah donor dengan golongan darah resipien akan mengakibatkan reaksi-reaksi alergi dan yang paling fatal adalah syok anafilaktik. Ada beberapa sistim penggolongan darah, namun yang terpenting untuk tujuanklinis adalah sistim penggolongan darah ABO dan Rhesus. Me...

PEMERIKSAAN AVIDITAS DAN TITER ANTISERA

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI PEMERIKSAAN AVIDITAS DAN TITER ANTISERA I. TUJUAN 1.Untuk mengetahui cara pemeriksaan aviditas dan titer antisera. 2.Untuk menghitung waktu titernya penggumpalan. 3.Untuk mengetahui kecepatan proses koagulasi bedasarkan perbedaan konsentrasi antisera. II.DASAR TEORI Imunologi adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan respons organisme terhadap penolakan antigenic, pengenalan diri   sendiri dan bukan dirinya, serta semua efekbiologis, serologis dan kimia fisika fenomena imun. Lingkungan Di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur pathogen misalnya: bakteri, virus, jamur, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen.   Reaksi imunologis merupakan mekanisme yang berka...

LAPORAN PRAKTIKUM PEMISAHAN ANTISERA DAN ANTIGEN

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI DAN IMUNOLOGI PEMISAHAN ANTISERA DAN ANTIGEN I.TUJUAN 1.       Untuk mengetahui cara pemisahan antisera dan antigen 2.       Untuk mendapatkan serum/plasma dari sel darah 3.       Untuk mengetahui prinsip utama dari cara pemisahan antisera dan antigen II.DASAR TEORI Darah     manusia     adalah     cairan     di     dalam     tubuh     yang   berfungsi     untuk mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah. Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah   ...